Dua Pahala Untuk Alif

Dua Pahala Untuk Alif



Alif  duduk di pojok musholla. Tangannya sibuk menggaruk-garuk kepalanya yang tiba tiba gatal. Dia gugup karena harus mengantri membaca Al Qur’an di depan ustaz Rifki. Dia juga tidak menyangka, kelas pesantren Ramadhan tahun ini  berbeda dengan tahun yang lalu. Tahun yang lalu, mereka hanya latihan shalat, latihan berwudu,  menonton film dan cerita nabi saja. 
 
Alif sudah masuk iqro empat, sudah bisa membaca hurup sambung di dalam al qur’an. Tapi, membaca al qur’an yang panjang-panjang itu, aku kan belum bisa. Keluh Alif tidak percaya diri.

“Tidak apa-apa membaca Al Qur’an dengan terbata-bata, Alif.”
Seperti mengerti kegundahannya, Ustaz Rifki tiba-tiba sudah ada di sampingnya.

Alif tersentak. Jantungnya berdetak kencang. Digenggamnya erat tas yang berisi Al Qur’an yang dibawakan ibu dari rumah. Al Qur’an itu baru kemarin dibelinya. Ibu bilang, supaya Alif semangat membacanya.

Alif tertunduk semakin dalam. Air matanya menggenang.

“Tidak usah malu Alif.  Allah bagi dua pahala lho! Aku juga belum lancar membaca Al Qur’an tapi aku mau dua pahala dari Allah.” Syauqi, sahabat Alif menyemangati.

“Benar Alif, orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata Allah akan beri dua pahala.” Kata Ustaz Rifki sambil terus membujuknya. 

“Tapi ….” Alif menghapus air matanya. Dia malu diperhatikan teman-temannya.
“Sudah! Ayo! Mau dua pahala atau enggak?” kata Syauqi.
“Enggak mau!” teriak Alif. Buru-buru dia berlari keluar dari Musholla. Syauqi mengejar di belakangnya. 

Ruangan musholla riuh rendah memanggil nama Alif. Alif yang mendengarnya tambah kencang berlari. Alif berlari ke kebun  milik kakeknya yang tak jauh dari musholla. Di sana ada gubug kecil yang dipakai kakeknya berteduh.


“Alif! Tunggu Alif!”  Syauqi terengah.  

Alif meloncat ke dalam gubuk kecil itu dan duduk dengan bertekuk lutut. 

“Aku tidak mau baca Al Qur’an!” kata Alif ketus.

“Kenapa?” 

“Karena aku tidak bisa!”

“Kamu pasti bisa, Alif!”

“Tidak!”

“Coba dulu!”

“Tidak mau!”

“Sini, buka Al Qur’anmu!

“Jangan!” cegah Alif.

Alif berusaha menahan tas Al Qur’annya, tapi Syauqi lebih cepat darinya. Tas itu sudah berpindah ke tangan Syauqi.

“Al Qur’anku beda dengan Al Qur’anmu Syauqi. Aku malu membawanya. Tapi, ibu memaksaku.” Alif menghela nafasnya. Sepertinya beban berat itu sudah keluar.

“Al Qur’an ini keren Alif! Ini yang aku mau!” jerit Syauqi sambil menciumi Al Qur’an milik Alif.  Kemudian dia membukanya, “Lihat, tulisannya besar dan mudah dibaca!”

“Maksudmu?”

“Iya, ini kan Syaamil Quran, My First Al Qur’an. Sudah lama aku mau Qu'ran ini. Aku lupa namanya, jadi ibuku belum bisa membelikannya untukku,” jelas Syauqi.

“Benarkah?” tanya Alif tidak percaya.

“Iya! Kamu beli dimana?” tanya Syauqi antusias. “Kalau kamu tidak mau, untuk aku saja!”

“Enak saja! Nanti aku tanya Ibu,” jawab Alif sambil merebut Al Qur'an dari tangan Syauqi.

“Jadi, bagaimana? mau dua pahala?” tanya Syauqi. Dikedipkan sebelah matanya.

“Mau!” jawab Alif bersemangat.  

“Ayo ngaji setiap hari!”

Kedua sahabat itu lomba lari ke mushola dengan riang gembira.

#Cerita FF ini diikutkan dalam Lomba Menulis (Cerita) Flash Fiction Anak dengan tema #AyoNgajiTiapHari. Kerjasama Syaamil Quran dan Paberland.
Sri Widiyastuti
Saya ibu rumah tangga dengan 6 orang anak. Pernah tinggal di Jepang dan Malaysia. Isi blog ini sebagian besar bercerita tentang lifestyle, parenting (pengasuhan anak) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga dan perempuan. Untuk kerjasama silakan hubungi saya melalui email: sri.widiyastuti@gmail.com

Related Posts

2 comments

  1. Lhah, punya Al-Qr'an bagus kok malu sih, Alif? hihihi..
    assalamu'alaikum, Mbak Sri.. sukses yaa untuk lombanya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak Diah :-) Itulah mbak, fitrahnya anak-anak hehhe meskipun barang mereka lebih bagus dan lebih mahal misalnya, kalau tidak sama dengan teman temannya mereka enggak akan mau, malu katanya hehe

      Delete

Post a Comment

iframe komentar