Disiplin Positif; Menerapkan Disiplin Tanpa Kekerasan

Disiplin Positif; Menerapkan Disiplin Tanpa Kekerasan


Tahun 2013 dilakukan survey untuk mengetahui seberapa besar tindak kekerasan terhadap anak terjadi pada tahun itu. Survey yang dilakukan oleh linta lembaga/kementrian ini menemukan, bahwa 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan berusia 13-17 tahun mengalami satu dari bentuk kekerasan fisik/emosional/seksual dalam 12 bulan terakhir. 

Nah, belakangan ini, pemberitaan kekerasan terhadap anak di Indonesia kembali mencuat. Terutama tindak kekerasan dalam penerapan disiplin di bidang pendidikan formal yaitu di sekolah. Sebenarnya, kasus pendisiplinan dengan kekerasan ini sudah cukup lama dialami oleh anak-anak. 

Dulu, waktu saya duduk di bangku SMP. Saya juga pernah mendapat hukuman dari seorang guru. Sampai hari ini saya sedih sekali dan pernah membenci beliau. Gara-gara saya lupa enggak bawa PR, bukunya ketinggalan, kepala saya ditoyor sama bapak guru itu. Saya kesel banget. Ayah saya aja gak pernah melakukan hal itu. Saya hanya bisa menangis dalam hati. Malu banget sama temen-temen. Tapi waktu itu saya pendem aja dalam hati. Lagipula kalau lapor ke orang tua juga palingan saya dobel dimarahin sama mereka hihihi

Disiplin pada anak, saya setuju anak anak harus mengerti tentang kedisiplinan.  Tapi menerapkan dengan cara kekerasan, Oh No! Disiplin dengan cara kekerasan tidak akan meninggalkan kesan kebaikan sedikit pun, hanya dendam, benci dan kesel mungkin yang ada. Waktu saya dihukum demikian pun saya juga begitu. Saya enggak merasa salah, sebab saya sudah buat, hanya saja itu buku enggak kebawa! Pengen nangis, pengen enggak sekolah, pengen ... kesell aja bawaannya. Mana waktu itu kan aku anaknya pendiam ya, dan paling anteng deh di kelas. Eh digituin coba, rasanya pengen tenggelam aja dari kelas. Atau tiba-tiba bisa menghilang gitu dari pandangan temen-temen. 

Setelah kejadian itu, saya sangat berharap sekali guru dan orang tua bisa memahami anak. Bisa berbicara dengan lemah lembut ketika anak melakukan kesalahan. Mengajak belajar kedisiplinan dengan orang tua dan guru yang menjadi teladan terlebih dahulu.

Ini juga akhirnya menjadi PR saya sebagai orang tua, bagaimana menerapkan disiplin yang positif kepada anak, agar anak mengerti sebuah konsekuensi dari sebuah kedisiplinan. Bukan melakukan disiplin sebab takut kena hukuman.

Nah, alhamdulillah, saya beruntung sekali terpilih menjadi salah satu peserta dalam Peluncuran Gerakan Masyarakat Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) pada tanggal 14 Mei 2018 yang lalu. Acara ini dilaksanakan di Hotel Grand Sahid Jaya dari pukul 10 pagi hingga pukul 13 siang. Hadir dalam acara ini Ibu Yohana Yembesi, Menteri Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Juga 27 Aliansi PKTA yang merupakan 27 organisasi masyarakat sipil yang konsen kepada penghapusan kekerasan terhadap anak. Tema besar yang diusung pada hari itu adalah "Indonesia Tanpa Kekerasan Terhadap Anak 2030" ini semacam komitmen pemerintah Indonesia untuk mencapai target penghapusan kekerasan terhadap anak di tahun 2030.

saya dan ibu Yohana Yembesi
Saya hadir dalam acara tersebut mewakili Mom Blogger Community bersama dengan 5 mom blogger lainnya. Alhamdulillah, banyak ilmu yang bisa saya serap dari kegiatan ini.

Saya dan mom blogger community

Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang membuat saya sangat sangat merinding. Sekarang kan nyanyi lagu kebangsaan kita ini harus lengkap, jadi saya benar-benar terharu dengan bait demi bait lagu Indonesia Raya. Ini bukan sekadar lagu, tetapi doa untuk rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Coba deh dengarkan liriknya. Terharu, kann? Hikss .. 


Setelah lagu kebangsaan Indonesia, dilanjutkan dengan sambutan dari Bapak Zubedy Koteng, Ketua Presidium Aliansi PKTA. Dalam kesempatan 7ini beliau menyampaikan bahwa peluncuran Gerakan Masyarakat PKTA ini merupakan momentum untuk membuka diri dan mengenalkan Aliansi PKTA. Aliansi PKTA juga terbuka kepada lembaga-lembaga lainnya untuk bergabung di dalam aliansi ini untuk bersama-sama melaksanakan program Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak yang ditargetkan selesai padata tahun 2030.

Aliansi PKTA terdiri dari 27 organisasi masyarakat sipil yang konsen kepada isu PKTA ini. 

Anggota aliansi PKTA
Setelah itu Ibu Yohana Yembesi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA)  membuka acara. Beliau menekankan kembali komitmen dan upaya pemerintah dalam mencapai target penghapusan kekerasan terhadap anak tahun 2030.

"Peran anak dan anak muda juga masyarakat sipil sangatlah berarti dalam mewujudkan Indonesia bebas kekerasan 2030. Adanya aliansi PKTA ini telah memberikan nilai tambah yang signifikan, tidak hanya memperkuat KPPA terkait strategi nasional PKTA tetapi juga posisi Indonesia di tingkat kemitraan global," tegas ibu Yohana.

Penyeraham secara simbolis buku referensi PKTA
Setelah itu acara diistirahatkan, karena ada konference press peluncuran PKTA. Acara dilanjutkan kembali berupa talkshow yang mengangkat tema, Sekolah Tanpa Kekerasan, dalam mendukung Sekolah Ramah Anak melalui pendekatan Disiplin Positif. 

Hadir di dalam talkshow tersebut, Ibu Lenny N. Rosalin Deputy Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Ibu Woro dari Dirjen Pendidikan Menengah dan Dasar  Kemendikbud, Ibu Laura Hokum dari Aliansi PKTA, Dimas dari Perwakilan Forum Anak, Ibu Ratna Budiati Kepala Sekolah SMA 3 Jakarta dan Bapak Subagyo Pengawas SMP Dinas Pendidikan di Semarang.

Talkshow ini dipandu oleh Ariyo Wahab, seorang musisi yang dikenal sebagai ayah penyayang, sehingga talkshow berlangsung dengan tanya jawab yang ringan dan cukup dinamis. 

Apa itu Disiplin Positif?

Disiplin Positif ini adalah suatu pendekatan yang memberikan alternatif pengganti hukuman fisik. Pendekatan yang dilakukan adalah menanamkan displin tanpa kekerasan dan penyelesaian masalah dengan cara persuasif.

Diharapkan dengan Disiplin Positif anak akan belajar bertanggungjawab dalam mengelola tindakan mereka sendiri, tidak tergantung pada guru, atau orang tua untuk mengatur tindakan mereka.

Efek jangka panjang dari kekerasan pada anak, bisa berupa; kontrol emosi yang buruk, ketidakmampuan menjalin hubungan dengan sesama, penyakit fisik dan risiko msalah kejiwaan sampai dorongan bunuh diri.

Hukuman fisik pada anak hanya akan melahirkan ketakutan dan gangguan mental. oleh karena itu Disiplin Positif harus diterapkan di sekolah dan di rumah. Melalui penerapan DP diharapkan kekerasan pada anak akan berkurang, perkembangan katakter pada anak pun akan semkin meningkat, berdampak positif pada hasi belajar, guru dan orang tua pun akan merasa bahagia karena memiliki cara mengajarkan displin dengan cara yang lebih baik.

Disiplin bisa dilakukan TANPA kekerasan, beberapa hal di bawah ini bisa dilakukan dalam rangka mendisiplinkan secara positif.

1. Memberi teladan yang baik.
2. Memberi pujian atas pencapaian yang dilakukan anak
3. Memberi pemahaman yang jelas atas apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
4. Tidak mengungkit perilaku salah di masa lalu.

Dari talkshow ini saya mendapat pencerahan bahwa semua sepakat bahwa menghukum dengan cara kekerasan tidak ada dampak yang melekat pada anak anak kecuali kebencian dan ketidakpahaman anak terhadap hukuman yang didapatkan.

Sayangnya tidak ada kesempatan kepada audien untuk bertanya, sehingga saya pulang ke rumah dengan membawa pertanyaan. Tidak begitu puas, semoga bisa terpuaskan dengan membaca buku yang diberikan di dalam goodie bag.

Peserta berfoto bersama
Ada 3 buku yang menjadi oleh-oleh dari acara peluncuran tersebut

1. buku saku dengan judul Akhiri Kekerasan Terhadap Anak dimulai dari Saya. 
2. Disiplin Positif, yang dikeluarkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
3. Stop Kekerasan Terhadap Anak, yang diterbitkan oleh Aliansi PKTA

Buku buku penunjang PKTA
Doa saya semoga target yang menjadi tujuan dari peluncuran Aliansi PKTA ini tercapai, sehingga di tahun 2030 anak-anak Indonesia benar-benar bebas dari kekerasan. Anak-anak adalah harta yang sangat berharga. Sehingga pemenuhan kebutuhan kasih sayang anak-anak sejak dari dalam kandungan adalah sebuah keniscayaan.

Jika anak anak tumbuh kuat, saya yakin, negara pun akan semakin maju dan menjadi negara yang kuat karena didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas dan mumpuni di segala bidang.



Sri Widiyastuti
Saya ibu rumah tangga dengan 6 orang anak. Pernah tinggal di Jepang dan Malaysia. Isi blog ini sebagian besar bercerita tentang lifestyle, parenting (pengasuhan anak) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga dan perempuan. Untuk kerjasama silakan hubungi saya melalui email: sri.widiyastuti@gmail.com

Related Posts

7 comments

  1. Semoga tidak ada lagi anak-anak yang menderita yah mbak dan target tahun 2030 bebas kekerasan anak tercapai, aamiin

    ReplyDelete
  2. Semoga ini jadi pelajaran untuk yg membacanya bunda. Sy sendiri pernah mendengar anak yg dipukuli ayahnya didepan ibunya tp ibunya diam saja,hanya krn menjatuhkan kan motor saat bercanda,sy sbg org lain mendengar ini pilu sekali. Benar sekali Hukuman fisik tidak akan bermanfaat untuk mendisiplikan anak. Anak akan Menurut krn takut bukan kesadaran mereka..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Astaghfirullah .. Iya mbak semoga ga ada lagi kekerasan pada anak. Ngilu bacanya

      Delete
  3. Disiplin Positif emang penting banget diterapkan ya mba. Aku pertama kali tay istilah itu dari buku Keluarga Kita nya Bu Najelaa Shihab. Bookstore jual buku itu dan masuk bestselling di tokobuku ku hehe kalo mau order jg bplwh wkwk jd promo XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih informasinya mbak. Mau baca buku buku di rumah dulu trma parentinf. Dah numpuk aja blm kesentuh haha takut jeles yg blom dibaca 😁

      Delete
  4. Terima kasih kehadiran dan tulisannya kak. Wah, sempat foto sama bu menteri juga.
    Semoga kekerasan di muka bumi ini akan segera dihapuskan yaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

iframe komentar